Antikonvulasi (antikejang)
digunakan untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsy (epileptic seizure)
dan bangkitan non-epilepsi.
1.
Mekanisme kerja
Pada prinsipnya obat
antiepilepsi bekerja untuk menghambat proses insiasi dan penyebaran kejang. Namun,
umumnya obat antiepilepsi lebih cenderung bersifat membatasi proses penyebaran
kejang daripada mencegah proses inisiasi. Dengan demikian secara umum ada dua
mekanisme kerja yakni; peningkatan inhibisi (GABA-ergik) dan penurunan eksitasi
yang kemudian memodifikasi konduksi ion : Na+, Ca2+, K+,
dan Cl atau aktivitas neurotransmitor,
meliputi:
Inhibasi kanal Na+ pada membrane sel akson. Contoh:
fenitoin dan karbamazepin (pada dosis terapi), fenobarbital dan asam valproate (dosis
tinggi), lamotrigin, topiramat, zonisamid.
Inhibasi kanal Ca+ tipe T pada neuron thalamus
(yang berperan sebagai pace maker untuk membangkitkan cetusan listrik umum di
korteks). Contoh : etosuksimid, asam valproate, dan clonazepam.
Peningkatan inhibisi GABA
Langsung pada kompleks GABA dan
kompleks Cl. Contoh : benzodiazepine, barbiturate
Menghambat degradasi GABA, yaitu dengan mempengaruhi re-uptake
dan metabolism GABA. Contoh: tiagabin, vigabatrin, asam valproate, gabapentin
Penurunan eksitasi glutamate, yakni melalui :
Blok reseptor NMDA, misalnya lamotrigin
Blok reseptor AMPA, misalnya fenobarbital, topiramat
Banyak obat epilepsy bekerja pada beberapa tempat
2.
Efek samping dan cara mengatasinya
Golongan Hidontion
Penggunaan fenobarbital
menyebabkan berbagai efek samping seperti sedasi, psikosis akut dan agitasi,
sehingga yang lebih sering dipakai adalah turunan fenobarbital seperti
metabarbital,atau mefobarbital. Interaksi dengan obat lain umumnya terjadi
karena fenobarbital meningkatkan aktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan
asam valproate akan menyebabkan kadar fenobarbital meningkat 40%
Golongan suksinimid
Karbamazepin memperlihatkan efek
analgesic selektif misalnya pada tabes dorsalis dan neuropati lainnya yang
sukar diatasi dengan analgesic biasa. Atas pertimbangan untung rugi
karbamazepin, tidak dianjurkan untuk mengatasi nyeri rigan yang dapat diatasi
dengan analgesic biasa. Efek samping yang terjadi setelah pemberian obat jangka
lama berupa pusing, vertigo, ataksia, diplopia dan penglihatan kabur. Frekuensi
bangkitan dapat meningkat akibat dosis berlebih. Efek samping lainnya dapat berupa
mual muntah, diskrasia darah yang berat (anemia aplastic, agranulositosis) dan
reaksi alergi berupa dermatitis, eosinophilia, limpfadenopati, dan spleno
megali. Steven Johnson relative dilaporkan sering terjadi dengan obat ini
sehingga pasien harus di peringatkan agar segera kembal ke dokter bila timbul
vesikel di kulit setelah minum obat ini. Umumnya penghentian oat dan
kortiskoteroid dapat mengatasi efek samping ini. Gejala intoksikasi akut
karbamazepin dapat berupa stupor, atau koma, pasien iritabel, kejang dan
depresi napas. Efek samping jangka panjang berupa retensi air yang dapat
menjadi masalah bagi pasien usia lanjut dengan gangguan jantung. Karena potensinya
untuk menimbulkan efk samping sangat luas, maka pada pengobatan
dengankarbamazepin dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan
pemeriksaan ulangan selama pengobatan.
Golongan benzodiazepine
Diazepam, efek samping berat dan
berbahaya dan menyertai penggunaan diazepam IV adalah obstruksi saluran napas
oleh lidah, akibat relaksasi otot. Disamping ini dapat terjadi depresi napas
sampai henti napas, hipotensi, henti jantung dan kantuk.
3.
Contoh obat antikonvulasi
Asam valproate
Dosis dewasa : 5-15mg/kgBB/hari , Anak 10-30 mg/kgBB/hari
Indikasi : bangkitan lena atau epilesi fokal, bangkitan
tonik-klonik atau epilepsy grand mal, bangkitan mioklonik atau epilepsy mioklonik
Diazepam
Dosis dewasa, 0,2mg/kg/hari, dosis anak 0,15-0,3
mg/kgBB/hari
Indikasi : status epileptikus
Fenitoin
Dosis dewasa : 300mh/hari, dosis anak 5mg/kgBB/hari
Indikasi : bangkitan tonik-klonik atau epilepsy grand mal,
epilepsy psikomotor, bangkitan parsial sederhana atau epilepsy fokal
OBAT ANTI HIPERTENSI
Obat anti
hipertensi adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah tinggi
hinga mencapai tekanan darah normal (riannahasian2.blogspot.co.id)
Khasiat dan
penggunaannya adalah untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular.
Penurunan tekanan sistolik harus menjadi perhatian utama, karena pada umumnya
tekanan diastolic akan terkontrol bersamaan dengan terkontrolnya tekanan sistolik.
Target tekanan darah bila tanpa kelainan penyerta adalah <140/90 mmHg,
sedangkan pada pasien dengan DM atau kelainan ginjal, tekanan darah harus
diturunkan dibawah 130/80 mmHg
Jenis-jenis obat dan penggolongannya
Dikenal
5 kelompok obat lini pertama ( first line drug) yang lazim digunakan untuk
pengobatan hipertensi awal, yaitu: i. diuretic, ii. Penyekat reseptor beta adrenergic
(b-blocker) iii. Penghambat angiostensin-convertyng enzim (ACE-inhibitor) iv. Penghambat
reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker, ARB) v. antagonis kalsium.
Pada
JNC VII, penyekat reseptor alfa adrenergic tidak dimasukkan kedalam kelompok
obat lini pertama. Sedangkan pada JNC sebelumnya termasuk lini pertama.
Selain
itu dikenal juga tiga kelompok obat yang diangap lini kedua yaitu: i.
penghambat saraf adrenergic; ii. Agonis a-2 dan senral; iii. Vasodilator..
1. Diuretic
Golongan Tiazid
Hidroklorotiazid,
merupakan prototype golongan tiazid dan dianjurkan untuk sebagian besar kasus
hipertensi ringan dan sedang dan dalam kombinasi dengan berbagai antihipertensi
lain. Dalam dosis yang ekuipoten berbagai golongan tiazid memiliki efek dan
efek samping yang kurang lebih sama. Perbedaan utama terletak pada masa
kerjanya. Bendroflumetiazid memiliki waktu paruh 3 jam, hidroklorotiazid 10-12
jam dan indapamid 15-25 jam. Golongan tiazid umumya kurang efektif pada
gangguan fungsi ginjal dapat memperburuk fungsi ginjal dan pada pemakaian lama
menyebabkan hyperlipidemia (peninkata kolesterol, LDL , dan trigliserida). Efek
hipotensif tiazid baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai maksimm setelah
2-4 minggu. Karena itu peningkatan dois tiazid tidak dilakukan dengan interval
waktu tidak kurang dari 4 minggu.
Indapamid,
memiliki kelebihan karena masih efektif pada pasien gangguan fungsi ginjal,
bersifat netral pada metabolism lemak dan efektif meregrasi hipertrofi
ventrikel
Efek
samping tiazid terutama dosis tinggi dapat menyebabkan hypokalemia yang dapat
berbahaya pada pasien yang mendapat digitalis. Efek samping ini dapat dihindari
bila tiazid diberikan dalam dosis rendah atau dikombinasi dengan obat lain
seperti diuretic hemat kalium atau penghambat enzim konversi angiotensin
(ACE-inhibitor). Sedangkan suplemen kalium tidak lebih efektif. Tiazid juga
dapat menyebabkan hiponatremia dan hipomagnesemia serta hiperkalsemie. Selain
itu tiazid dapat menghambat eksresi asam urat dari ginjal,dan pada pasien
hiperurisemia dapat mencetuskan serangan gout akut. Untuk menghindari efek metabolic
ini, tiazid harus digunakan dalam dosis rendah dan dilakukan pengaturan diet. Tendensi
hiperkalsemia oleh tiazid dilaporkan dapat mengurangi osteoporosis.
Diuretic kuat
Termasuk
dalam golongan diuretic kuat antara lain furosemide, torasemid, bumetanid dan asam
etakrinat. Waktu paruh diuretic kuat pada umumya pendek sehingga diperlukan
pemberian 2 atau 3 kali sehari. Efek samping diuretic kuat hamper sama dengan
tiazid, kecuali bahwa diuretic kuat menimbulkan hiperkalsiueria dan menurunkan
kalsium darah, sedangkan tiazid menimbulkan hipokalsiuria dan meningkatkan
kadar kalsium darah.
Diuretic hemat kalium
Amilorid,
triamterene dan spironolakton merupakan diuretic lemah. Penggunaannya terutama
dalam kombinasi dengan diuretic lain untuk
mencegah hipokalemia. Diuretic hemat kalium dapat menimbulkan hyperkalemia
bila diberikan pada pasien dengan gagal ginjal, atau bila dikombinasi dengan
penghambat ACE, ARB, b-blocker, AINS atau suplemen kalium. Penggunaan harus
dihindarkan bila kreatininserum lwbih dari 2,5 mg/dL
Spironolakton
merupakan antagonis aldosterone sehingga merupakan obat yang terpilih pada
hiperaldosteronisme primer (sindrom con). Efek samping spironolakton antara
lain ginekomastia, mastodinia, gangguan menstruasi dan penurunan libido pada
pria.
2. Penghambat
adrenergic
Penghambat adrenoseptor beta (b-blocker)
Atenolol
merupakan obat yang sering dipilih. Obat ini bersifat kardioselektif dan
penetrasinya ke SSP minimal, sehingga kurang menimbulkan efek samping sentral
dan cukup diberikan sekali sehari sehingga diharapkan akan meningkatkan
kepatuhan pasien. Dosis lazim adalah 50-100 mg per oral sekali sehari. Metoprolol
perlu diberikan dua kali sehari dan kurang kardio selektif disbanding dengan
atenolol. Dosisnya adalah 50-100 mg dua kali sehari. Labetalol dan karvedilol
memiliki efek vasodilatasi karena selain menghambat reseptor b, obat ini juga
menghambat reseptor a. Secara teoritis sifat ini akan memperkuat efek
antihipertensi dan mengurangi efek samping seperti rasa dingin di eksremitas. Tetapi
efek vasodilatasi ini dapat menimbulkan hipotensi postural
Efek
samping, perhatian dan kontra indikasi. B-blocker dapat menyebabkan bradikardia,
blockade, AV, hambatan nodus SA dan menurunkan kekuatan kontraksi miokard oleh
karena itu obat golongan ini dikontraindikasikan pada keadaan bradikardia, blockade
AV derajat 2 dan 3, sick sinus syndrome dan gagal jantung yang belum stabil.
3. Penghambat
adrenoseptor alfa (a-blocker)
Hanya alfa
bloker yang selektif menghambat reseptor alfa-1 yang digunakan sebagai
antihipertensi. Alfa-bloker non selektif kurang efektif sebagai antihipertensi
karena hambatan reseptor alfa-2 di ujung saraf adrenergic akan meningkatkan
penglepasan norepinefrin dan meningkatkan aktivitas simpatis.
Dosis dan sediaan berbagai alfa-bloker:
Prazosin
, dosis 0,5-4mg/hari sediaan tablet 1 dan 2 mg 1-2 x
Teraszosin
, dosis 1-2mg/hari 1x sediaan tablet 1 dan 2 mg
Bunazosin
, dosis 1,5-3mg/hari 3x sediaan tablet 0,5 dan 1mg
Doksazosin
, dosis 1-2mg/hari 1x sediaan tablet 1 dan 2 mg
4. Adrenolitik
sentral
Metildopa,
klonidin, guanfasin, guanabenz, moksinidin, rilmedin. Yang paling sring
digunakan dalam klas ini adlah metildopa dan klonidin. Guanabenz dan guanfasin
sudah jarang digunakan, dan analog klonidin yaitu miksonidin dan rilmedin masih
dalam penelitian.
Metildopa
Metildopa merupakan antihipertensi
tahap kedua. Obat ini efektif bila dikombinasi dengan diuretic. Tapi pemakaiannya
terbatas oleh seringnya timbul efek samping. Obat ini masih merupakan pilihan
utama untuk pengobatan hipertensi pada kehamilan karena terbukti aman untuk
janin.
Dosis efektif minimal adalah 2 x 125
mg per hari dan dosis maksimal 2g perhari. Untuk hipertensi pasca bedah sering
diberikan secara intravena dengan infus intermiten 250-1000 mg tiap 6 jam
Efek samping yang paling sering
adalah sedasi,hipotensi postural,pusing, mulut kering dan sakit kepala. Efek samping
lain adalah depresi, gangguan tidur, impotensi, kecemasan, penglihatan kabur,
dan hidung tersumbat. Jarang-jarang terjadi anemia hemolitik autoimun,
trombositopenia, dan leukopenia, demam obat (drug fever) dan sindrom seperti
lupus (lupus-like syndrome) dengan pembentukan antibody antinukleus (ANA).
Klonidin
Klonidin terutama bekerja pada
reseptor a-2 di susunan saraf puat dengan efek penurunan sympathetic outflow. Efek
hipotensif klonidin terjadi karena penurunan resistensi perifer dan curah
jantung. Sebagai obatkedua atau ketiga bila penurunan TD dengan diuretic belum
optimal. Untuk menggantikan penghambat adrenergic lain dalam kombinasi 3 obat
bersama diuretic dan vasodilator. Untuk beberapa hipertensi darurat . untuk diagnostic
feokromositoma. Bila tidak terjadi penurunan NE plasma dibawah 500 pg/mL 3 jam
setelah pemberian dosis besar (0,3 mg per oral) menguatkan dugaan adanya
feokromositoma
Dosis ,0.075 mg dua kali sehari dan
dapat ditingkatkan sampai 0,6 mg/hari.
Efek samping,
mulut kering, dan sedasi terjadi pada 50% pasien yang berkurang setelah
beberapa minggu pengobatan. Kira-kira 10% pasien menghentikan pengobatan karena
menetapnya gejala sedasi, pusing, mulut kering, mual atau impotensi.
Guanfasin dan
Guanabenz
Sifat-sifat farmakologik dan efek
sampingnya mirip dengan klonidin. Efek antihipertensi guanabenz mencapai
maksimal setelah 2-4 jam setelah pemberian per oral dan menghilang 10 jam
kemudia. Biovaibilitasnya tinggi, waktu paruh sekitar 6 jam dan sebagian besar
obat di metabolism.
Guanfasin memunyai waktu paruh relative
panjang (14-18 jam) obat ini dieleminasi terutama melalui ginjal dalam bentuk
utuh dan metabolic. Dosis pemberian 0,5-3 mh/hari, sebaiknya diberikan sebelum
tidur
Moksonidin dan
Rilmedin
Mempunyai struktur yang mirip dengan
klonidin, tapi 600 kali lebih selektif terhadap reseptor imidazolin I1
dibandingkan dengan klonidin. Sampai buku ini disusun, obat ini belum beredar
(Obat-obat penting, hal350).